Minggu, 13 Juli 2025

Transformasi Digital BPR: Dari Manual Menuju Digitalisasi Layanan

Di tengah akselerasi digital perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dituntut tidak lagi sekadar bertahan, tapi ikut bertransformasi. Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi BPR untuk bangkit dari sistem manual menuju ekosistem layanan digital yang lebih efisien dan kompetitif.

Kini, hadirnya POJK No. 8 Tahun 2024 tentang Transformasi Digital BPR/BPRS menjadi landasan kuat untuk mendorong digitalisasi yang terukur dan akuntabel.


πŸ’‘ Mengapa Transformasi Digital Penting untuk BPR?

  1. Nasabah sudah digital-first: Generasi milenial dan Gen Z lebih nyaman transaksi lewat aplikasi dan QR.
  2. Efisiensi operasional: Digitalisasi mengurangi biaya manual, meningkatkan akurasi, dan mempercepat layanan.
  3. Kompetisi makin ketat: Fintech dan bank digital sudah masuk ke pasar UMKM dan mikro, segmen andalan BPR.

πŸ› ️ Langkah-Langkah Digitalisasi BPR

1. Integrasi QRIS: Gerbang Pembayaran Modern

  • QRIS bukan hanya alat bayar, tapi juga menjadi kanal branding BPR secara langsung di merchant lokal.
  • Dengan QRIS, BPR bisa masuk ke ekosistem Bank Indonesia Payment System (BIPS).
  • Tantangan: kesiapan sistem TI dan edukasi merchant binaan.

2. Mobile Banking & Internet Banking

  • Hadirnya aplikasi mobile banking walau sederhana (cek saldo, mutasi, transfer) memberi nilai tambah besar.
  • Beberapa BPR telah mengadopsi white-label mobile app dari penyedia core banking.
  • Jangan lupa: keamanan siber harus jadi perhatian sejak awal.

3. Kolaborasi dengan Fintech: Bukan Kompetitor, Tapi Mitra

  • Fintech lending bisa menjadi partner distribusi kredit mikro.
  • Fintech payment dapat memperluas akses transaksi non-tunai.
  • POJK 13/2018 dan POJK 10/2022 memberikan ruang untuk kerja sama terbatas secara hati-hati.

4. Pembenahan Core Banking System (CBS)

  • CBS adalah jantung operasional BPR. Banyak BPR masih menggunakan sistem semi-manual atau aplikasi lokal yang tidak terintegrasi.
  • Transformasi digital tidak akan optimal tanpa CBS yang kuat, modular, dan mendukung API (integrasi dengan pihak ketiga).
  • Tantangan: biaya, migrasi data, dan SDM TI yang masih terbatas.

πŸ“œ POJK No. 8 Tahun 2024: Pilar Transformasi Digital BPR

POJK ini merupakan regulasi payung yang mewajibkan:

  • Penyusunan Rencana Transformasi Digital oleh BPR/BPRS.
  • Penguatan manajemen risiko digital dan keamanan data.
  • Adanya penanggung jawab transformasi (CTO/Tim TI internal).
  • Pengawasan berkala oleh OJK terhadap kesiapan sistem dan infrastruktur digital.

πŸ“ Catatan Penting: POJK ini tidak memaksa semua BPR langsung punya aplikasi. Tapi mengharuskan ada roadmap digitalisasi yang realistis sesuai kapasitas masing-masing.


🎯 Rekomendasi Strategis untuk BPR

Fokus Tindakan
Mulai dari yang sederhana Adopsi QRIS, SMS banking, atau WA-notifikasi sebagai langkah awal.
Bangun kemitraan Gandeng penyedia core banking cloud, atau kerja sama terbatas dengan fintech lokal.
Tingkatkan SDM digital Latih pegawai IT dan customer service untuk literasi digital dan keamanan data.
Susun roadmap 3 tahun Rencana digitalisasi bertahap (2025–2027) dengan milestone jelas.

Kesimpulan

Transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi keharusan strategis bagi BPR yang ingin tetap relevan dan dipercaya nasabah. POJK 8/2024 hadir sebagai sinyal kuat bahwa OJK mendorong BPR untuk naik kelas — bukan bersaing dengan bank besar, tapi menguasai pasar mikro secara efisien dan modern.


πŸ”— Referensi:


Sabtu, 12 Juli 2025

Memahami POJK No. 9 Tahun 2024: Standar Baru Tata Kelola bagi BPR dan BPRS

Pendahuluan Perkembangan industri keuangan terus mendorong perbankan, termasuk Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS), untuk meningkatkan standar tata kelola. Menjawab tantangan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS. Peraturan ini menggantikan POJK No. 4/POJK.03/2015 dan POJK No. 24/POJK.03/2018 yang sebelumnya menjadi acuan.

Tujuan dan Latar Belakang POJK No. 9/2024 hadir untuk memperkuat prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance - GCG) dengan menyesuaikan kondisi terkini industri perbankan serta tantangan digitalisasi dan manajemen risiko. OJK menilai bahwa penguatan tata kelola akan meningkatkan integritas, daya saing, dan keberlanjutan BPR/BPRS.

Pokok-Pokok Pengaturan Berikut ini poin-poin penting dalam POJK No. 9 Tahun 2024:

  1. Penguatan Fungsi Dewan Komisaris dan Direksi

    • Penegasan peran pengawasan dan pengambilan keputusan strategis.
    • Kewajiban mengikuti pelatihan dan sertifikasi tata kelola.
  2. Kepatuhan terhadap Prinsip GCG

    • Transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran.
    • Penilaian sendiri (self assessment) secara periodik atas implementasi GCG.
  3. Perluasan Peran Satuan Kerja Kepatuhan dan Audit Intern

    • Fokus pada pencegahan fraud dan manajemen risiko berbasis teknologi informasi.
  4. Penguatan Pengelolaan Risiko dan IT Governance

    • Pemanfaatan teknologi informasi wajib disertai manajemen risiko terukur.
  5. Pelaporan dan Pengungkapan yang Lebih Komprehensif

    • Laporan penerapan GCG menjadi bagian dari pelaporan berkala ke OJK.

Perbedaan Penting dari Aturan Sebelumnya POJK 9/2024 membawa pembaruan dari dua regulasi sebelumnya (POJK 4/2015 dan POJK 24/2018), di antaranya:

  • Penekanan pada digital governance dan risiko siber.
  • Peningkatan kualitas SDM dan pengawasan internal.
  • Penyelarasan dengan standar internasional dan praktik terbaik industri.

Dampak bagi BPR dan BPRS Implementasi POJK ini akan menuntut adaptasi cepat dari sisi budaya organisasi, teknologi, dan kebijakan internal. Namun, bila dilaksanakan dengan baik, tata kelola yang lebih solid akan memperkuat kepercayaan nasabah dan memperbesar peluang ekspansi.

Kesimpulan POJK No. 9 Tahun 2024 bukan sekadar pengganti aturan lama, melainkan tonggak penting transformasi tata kelola BPR/BPRS menuju sistem perbankan rakyat yang profesional, transparan, dan tangguh di era digital. Sudah saatnya BPR dan BPRS menyiapkan diri untuk masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan.




Tags: POJK 9/2024, Tata Kelola, BPR, BPRS, OJK, GCG, Perbankan Digital, Regulasi Keuangan Indonesia

Jumat, 11 Juli 2025

E‑Deposito di BPR: Bebas Bilyet Fisik, Tapi Apa Tantangannya?

 





Dalam beberapa tahun terakhir, perbankan Indonesia memasuki era digital dengan pesat. Bukan hanya bank umum yang memanfaatkan teknologi, namun Bank Perekonomian Rakyat (BPR) juga mulai bertransformasi.

Salah satu inovasi yang cukup menarik perhatian adalah e‑Deposito, atau deposito elektronik — produk simpanan berjangka tanpa bilyet fisik, yang dapat dibuka secara online melalui platform pihak ketiga seperti Komunal, DepositoBPR, maupun fintech aggregator lainnya.


Apa Itu E‑Deposito di BPR?

Secara definisi, e‑Deposito adalah produk deposito berjangka yang ditawarkan BPR melalui platform digital, di mana nasabah dapat membuka rekening tanpa perlu datang ke kantor dan tanpa menerima bilyet fisik.

Semua proses — dari pemilihan jangka waktu, nominal simpanan, hingga pencairan — dilakukan secara paperless dan cashless melalui sistem digital.


🌟 Keunggulan E‑Deposito BPR

1. Suku Bunga Lebih Tinggi dari Bank Umum

Mayoritas e‑Deposito BPR menawarkan bunga lebih dari 6% per tahun, bahkan bisa mencapai 7–8%, jauh lebih tinggi dibanding bank umum yang rata-rata hanya 3–4%.

Ini membuatnya sangat menarik bagi nasabah yang ingin imbal hasil maksimal, khususnya investor ritel yang punya dana nganggur.

2. Dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)

Meski tanpa bilyet, simpanan tetap dijamin oleh LPS maksimal hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, asalkan memenuhi tiga syarat LPS (tercatat, wajar, tidak melebihi bunga penjaminan).

Banyak orang belum tahu bahwa meski dibuka via platform digital, perlindungan LPS tetap berlaku penuh.

3. Praktis & Cepat

Nasabah bisa membuka deposito dari rumah, tanpa perlu ke kantor BPR. Bahkan pencairan bisa ditarik otomatis ke rekening asal.


⚠️ Tapi, Apa Tantangan dan Risikonya?

Meski tampak sempurna, e‑Deposito juga punya sisi risiko dan tantangan, baik untuk nasabah maupun BPR yang menyalurkannya.

1. Tidak Ada Bilyet Fisik → Rentan Jika Data Tidak Aman

Tanpa bilyet, bukti simpanan hanya ada dalam sistem. Jika platform fintech mengalami gangguan, breach, atau dispute dengan BPR, nasabah bisa kesulitan klaim.

Maka penting memilih platform yang kredibel dan punya kerja sama resmi dengan BPR yang terdaftar di OJK.

2. Belum Semua BPR Terkoneksi Digital

Banyak BPR di daerah belum siap menerima dan mengelola e‑Deposito. Artinya, ketika produk ini dibuka, dana hanya ditampung di BPR tertentu yang sudah digital-ready.

Hal ini bisa memunculkan konsentrasi risiko dan kesenjangan antar BPR.

3. Risiko Gagal Bayar Bila BPR Bermasalah

Meski dijamin LPS, jika terjadi likuidasi pada BPR tempat simpanan disalurkan, nasabah harus menunggu proses klaim, yang bisa memakan waktu dan administrasi.

Beberapa BPR sempat mengalami pencabutan izin dan menyebabkan dana nasabah tertunda klaimnya.


πŸ“Œ Apa yang Harus Dilakukan Nasabah?

  • Pastikan platform digital legal & diawasi OJK

  • Cek nama BPR tujuan penempatan — pastikan sehat & aktif di laman OJK

  • Pastikan bunga yang ditawarkan tidak melebihi bunga penjaminan LPS

  • Catat bukti transaksi digital & periksa kembali info jatuh tempo


Tips untuk BPR yang Ingin Menyediakan E‑Deposito

  • Bangun kerja sama dengan platform digital terpercaya (misalnya Komunal, DepositoBPR)

  • Pastikan sistem core banking bisa integrasi API

  • Edukasi nasabah tentang proses e‑Deposito dan syarat LPS

  • Lakukan audit berkala terhadap proses penyaluran dana digital


πŸ” Kesimpulan

E‑Deposito adalah bentuk nyata dari digitalisasi BPR yang membawa angin segar, terutama untuk memperluas pasar dan meningkatkan DPK (Dana Pihak Ketiga). Tapi seperti produk digital lainnya, dibutuhkan transparansi, kehati-hatian, dan edukasi menyeluruh agar manfaatnya bisa optimal dan risikonya bisa diminimalkan.

Inovasi tetap penting, tapi jangan tinggalkan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.


Ditulis oleh:
Eka Andika Latif
Direktur Utama BPR Gunung Kinibalu
belajarperbankan77.blogspot.com

Kamis, 10 Juli 2025

πŸ‘Ύ Cybersecurity untuk BPR Kecil: Gak Harus Mahal, Tapi Harus Siap!

Di era digital, semua serba online. Tapi di balik kemudahan itu, ada satu hal yang sering luput dari perhatian BPR kecil: keamanan siber alias cybersecurity.

Banyak yang berpikir, “Ah, kita kan BPR kecil, gak bakal dilirik hacker.”
Padahal, justru karena dianggap kecil dan “lemah”, BPR bisa jadi target empuk.

Yuk, kita bahas kenapa cybersecurity itu penting banget buat BPR kecil dan gimana cara menerapkannya tanpa bikin kantong jebol.


Kenapa BPR Kecil Harus Peduli Cybersecurity?

  1. Data Nasabah = Harta Karun
    Setiap BPR pegang data penting: NIK, nomor rekening, hingga data keuangan nasabah. Kalau sampai bocor, bukan cuma masalah hukum—kepercayaan nasabah pun bisa hilang.

  2. Ancaman Gak Pilih-pilih
    Serangan seperti phishing, ransomware, dan malware bisa menyerang siapa aja. Bahkan BPR yang hanya punya 1 kantor pun bisa jadi sasaran.

  3. OJK Sudah Ngatur
    Lewat berbagai aturan seperti SEOJK dan POJK terkait manajemen risiko TI, BPR wajib punya sistem pengamanan data. Jadi ini bukan cuma “baik untuk dimiliki”, tapi wajib hukumnya.


Jenis Ancaman Siber yang Umum Menyerang BPR

  • Phishing
    Email palsu yang menyamar jadi rekanan resmi, tujuannya ngambil akses login sistem core banking.

  • Ransomware
    Sistem disusupi virus yang mengunci data, lalu pelaku minta “tebusan” agar data bisa dibuka kembali.

  • Keylogger
    Aplikasi yang merekam ketikan user, bisa mencuri password tanpa disadari.

  • USB Trap
    Colok flashdisk sembarangan? Bisa-bisa virusnya ikut masuk ke jaringan kantor BPR.


Langkah-Langkah Praktis Cybersecurity untuk BPR Kecil

Tenang, gak semua solusi butuh server miliaran. Berikut langkah-langkah low budget tapi powerful:

✅ 1. Edukasi Karyawan

Latih semua staf tentang bahaya phishing, jangan klik link sembarangan, dan selalu logout dari sistem.

“Cybersecurity bukan hanya urusan IT, tapi budaya kerja seluruh karyawan.”

✅ 2. Gunakan Antivirus & Firewall Resmi

Pastikan semua komputer di kantor pakai antivirus legal dan update otomatis. Aktifkan juga firewall dasar agar koneksi ke jaringan luar terfilter.

✅ 3. Buat Password Policy yang Kuat

Setiap user wajib ganti password berkala, minimal kombinasi huruf besar-kecil, angka, dan simbol. Hindari password “123456” atau “admin123”.

✅ 4. Batasi Akses Sistem

Karyawan hanya boleh akses sesuai jobdesk-nya. Teller tidak perlu bisa akses approval kredit, dan sebaliknya.

✅ 5. Backup Data Secara Rutin

Lakukan backup mingguan, simpan di lokasi offline (hard disk eksternal) dan cloud. Jadi kalau sistem diserang, data masih aman.

✅ 6. Audit Keamanan Minimal 1 Tahun Sekali

Libatkan konsultan atau IT internal untuk cek celah keamanan, terutama pada core banking dan jaringan internet.


Tambahan Bonus: Tools Gratisan untuk BPR

  • Google Safe Browsing → Cek apakah website internal atau email domain masuk daftar hitam.

  • HaveIBeenPwned → Cek apakah email BPR pernah bocor datanya.

  • Bitwarden / KeePass → Manajemen password gratis dan aman.


Cybersecurity = Investasi Kepercayaan

Banyak BPR kecil ragu berinvestasi di keamanan IT karena dianggap “gak mendesak”. Tapi begitu ada serangan, biayanya bisa berkali lipat dari sekadar beli antivirus.

Ingat, reputasi BPR dibangun dari kepercayaan nasabah.
Kalau datanya sampai bocor, maka yang hilang bukan cuma data… tapi masa depan bisnis juga ikut terancam.


✍️ Penutup dari Penulis

Cybersecurity memang terdengar rumit, tapi kalau dibiasakan dari hal kecil, lama-lama jadi budaya.
Sebagai Direktur Utama BPR Gunung Kinibalu, saya melihat sendiri betapa pentingnya membangun kebiasaan aman digital di lingkungan kerja BPR, sekecil apapun skala usahanya.

Salam hangat,
Eka Andika Latif
Direktur Utama PT. BPR Gunung Kinibalu
17 Tahun Pengalaman Perbankan | Tech-Savvy & Compliance Driven

πŸ’‘Strategi Pendanaan BPR: Cara Cerdas Mengelola Sumber Dana di Tengah Kompetisi Ketat


Di tengah persaingan ketat antar lembaga keuangan dan ekspansi fintech, pendanaan menjadi aspek krusial bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan BPR. Tanpa strategi pendanaan yang tepat, BPR bisa kekurangan likuiditas, kesulitan ekspansi kredit, bahkan gagal menjaga profitabilitas.

Lalu, bagaimana cara BPR menyusun strategi pendanaan yang solid dan berkelanjutan? Berikut penjelasannya!


πŸ” Apa Itu Strategi Pendanaan BPR?

Strategi pendanaan adalah cara BPR menghimpun dana dari berbagai sumber, dengan memperhatikan biaya dana (cost of fund), jangka waktu, risiko likuiditas, serta kebutuhan penyaluran kredit.

Tujuannya:

  • Menjaga keseimbangan antara kewajiban (liabilitas) dan penempatan dana (aset).

  • Memastikan BPR bisa menyalurkan kredit secara optimal tanpa kekurangan likuiditas.

  • Menekan biaya dana agar margin tetap terjaga.


πŸ’‘ 5 Strategi Pendanaan Efektif bagi BPR

✅ 1. Optimalkan Produk Tabungan & Deposito

Sumber dana utama BPR tetap dari simpanan masyarakat. Namun, jangan cuma jual bunga tinggi! Fokus juga pada:

  • Variasi produk: tabungan pelajar, tabungan berjangka, deposito fleksibel.

  • Edukasi manfaat menabung di BPR.

  • Kemudahan layanan: sistem jemput bola, digital onboarding, atau mobile teller.

✅ 2. Perkuat Kemitraan dengan Lembaga Dana Pihak Ketiga

BPR bisa menggandeng:

  • Bank Umum sebagai penyalur kredit linkage.

  • LKM atau koperasi untuk channeling dana.

  • Pemerintah daerah dalam bentuk penempatan dana APBD di BPR lokal.

Banyak Pemda kini mencari mitra BPR untuk mendukung UMKM daerah.

✅ 3. Tingkatkan Kepercayaan Melalui Branding & Literasi

Dana tidak akan masuk tanpa trust. BPR perlu membangun reputasi positif lewat:

  • Aktif di kegiatan sosial & komunitas lokal.

  • Transparansi laporan keuangan (publikasi di website).

  • Kampanye “Ayo Menabung di BPR” dengan edukasi manfaat dan keamanan dana.

✅ 4. Diversifikasi Sumber Dana Non-Konvensional

BPR bisa mempertimbangkan:

  • Pinjaman Subordinasi dari pemegang saham atau lembaga mitra.

  • Penerbitan surat berharga jangka pendek jika sudah memenuhi persyaratan OJK.

  • Platform crowdfunding (syariah atau konvensional) untuk dana sosial atau komunitas.

✅ 5. Efisiensi Biaya Dana

Bukan hanya cari dana, tapi juga tekan biayanya! Caranya:

  • Promosi tabungan dengan hadiah (bukan bunga tinggi).

  • Manfaatkan dana murah dari tabungan pelajar & tabungan payroll.

  • Gunakan sistem digital untuk mengurangi biaya operasional penarikan/penyetoran.


πŸ“Š Contoh Simulasi:

Jika BPR menghimpun dana sebesar Rp10 miliar dengan rincian:

  • Tabungan: Rp2 miliar, bunga 2%

  • Deposito: Rp8 miliar, bunga 6%

Maka rata-rata biaya dana (cost of fund) =
(2M x 2% + 8M x 6%) / 10M = 5.2%

Jika dana tersebut disalurkan ke kredit mikro dengan bunga 14%, maka margin =
14% - 5.2% = 8.8%

Tapi kalau biaya dana bisa ditekan ke 4,5%, margin bisa naik jadi 9,5%!


⚠️ Tantangan Pendanaan yang Harus Diantisipasi

  • Persaingan suku bunga antar BPR dan dengan bank umum.

  • Nasabah kritis digital yang lebih mudah pindah ke fintech.

  • Ketergantungan pada dana jangka pendek, padahal pembiayaan seringkali jangka menengah-panjang.

  • Kepatuhan terhadap LDR dan likuiditas wajib minimum.


✍️ Penutup dari Penulis

Strategi pendanaan adalah seni menyeimbangkan antara kebutuhan dana murah, jangka waktu yang sesuai, dan kepercayaan publik. BPR yang ingin tumbuh harus kreatif dan adaptif dalam menghimpun dana, terutama di tengah digitalisasi dan preferensi nasabah yang makin berubah.

Salam hangat,
Eka Andika Latif
Direktur Utama PT. BPR Gunung Kinibalu
Penggiat Literasi Keuangan & Transformasi Digital BPR

🏦 5 Strategi Sukses Memimpin BPR di Era Digital Oleh: Eka Andika Latif – Direktur Utama PT BPR Gunung Kinibalu

πŸ“Œ Pengantar

Transformasi digital bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan. Di tengah arus perubahan yang cepat, peran pemimpin di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak bisa lagi hanya fokus pada operasional konvensional.
Sebagai Direktur Utama PT BPR Gunung Kinibalu, saya telah merasakan langsung tantangan dan peluang digitalisasi di sektor BPR. Di artikel ini, saya akan membagikan 5 strategi kunci yang terbukti efektif dalam memimpin BPR di era digital.


1️⃣ Mindset Digital Bukan Sekadar Teknologi, Tapi Budaya

Strategi pertama adalah membangun budaya digital di internal BPR. Ini bukan soal membeli aplikasi canggih, tapi soal cara berpikir:

"Bagaimana kita menyederhanakan proses? Bagaimana mempercepat layanan tanpa mengorbankan keamanan?"

Contoh kecil: mengurangi ketergantungan pada kertas dan mulai membiasakan tim menggunakan platform kolaboratif seperti Google Workspace atau Trello.


2️⃣ Inklusi Keuangan Lewat Kanal Digital

Sebagai BPR, target pasar kita umumnya UMKM dan masyarakat menengah ke bawah. Di sinilah inovasi digital harus menyentuh aspek inklusi:

  • Aplikasi mobile untuk kredit mikro

  • Edukasi keuangan digital di media sosial

  • Integrasi QRIS dan layanan e-wallet

Saya percaya, digitalisasi bukan berarti menjauh dari rakyat, justru mendekatkan lewat cara baru yang lebih efektif.


3️⃣ Kolaborasi dengan Fintech & Asuransi Digital

BPR tidak bisa berdiri sendiri. Dalam strategi ketiga, saya mendorong tim untuk berkolaborasi:

  • Kerja sama asuransi mikro berbasis digital

  • Channeling dengan fintech pendanaan

  • Integrasi API untuk mempercepat proses KYC dan scoring

Kolaborasi seperti ini memperluas layanan tanpa harus menguras modal sendiri.


4️⃣ Pemimpin Harus Jadi Contoh Digital Leadership

Ini krusial. Pemimpin BPR harus tampil digital duluan:

  • Aktif di platform digital (LinkedIn, blog, atau podcast)

  • Mendorong tim belajar teknologi baru

  • Membuat keputusan berbasis data

“Kalau pemimpinnya masih takut pakai Zoom, bagaimana mau ajak tim go digital?” — Eka Andika Latif


5️⃣ Adaptif terhadap Regulasi dan Teknologi Baru

Digitalisasi perbankan erat kaitannya dengan regulasi OJK dan keamanan data. Maka, pemimpin BPR wajib:

  • Memahami SEOJK terbaru, seperti SEOJK 21/2024 tentang akuntansi digital

  • Mempersiapkan tim audit IT dan tata kelola digital

  • Mengadopsi kebijakan cyber security meski masih skala BPR

Adaptif bukan berarti ikut-ikutan, tapi cerdas memilih teknologi yang relevan dan sesuai aturan.


🎯 Penutup: Era Digital Adalah Kesempatan, Bukan Ancaman

Banyak yang mengira BPR akan tergilas oleh bank digital atau fintech. Saya justru melihat era ini sebagai momentum kebangkitan BPR.

Dengan pendekatan yang tepat, BPR bisa tetap lokal, tapi berjiwa digital.
Dan semua itu, dimulai dari cara pemimpinnya berpikir dan bertindak.


πŸ“Œ Tentang Penulis

Eka Andika Latif adalah Direktur Utama PT BPR Gunung Kinibalu, berpengalaman lebih dari 17 tahun di industri perbankan. Aktif mempromosikan literasi keuangan, transformasi digital BPR, dan pengembangan SDM berbasis teknologi.

Transformasi Digital BPR: Dari Manual Menuju Digitalisasi Layanan

Di tengah akselerasi digital perbankan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dituntut tidak lagi sekadar bertahan, tapi ikut bertransformasi . Tah...