Dalam beberapa tahun terakhir, perbankan Indonesia memasuki era digital dengan pesat. Bukan hanya bank umum yang memanfaatkan teknologi, namun Bank Perekonomian Rakyat (BPR) juga mulai bertransformasi.
Salah satu inovasi yang cukup menarik perhatian adalah e‑Deposito, atau deposito elektronik — produk simpanan berjangka tanpa bilyet fisik, yang dapat dibuka secara online melalui platform pihak ketiga seperti Komunal, DepositoBPR, maupun fintech aggregator lainnya.
Apa Itu E‑Deposito di BPR?
Secara definisi, e‑Deposito adalah produk deposito berjangka yang ditawarkan BPR melalui platform digital, di mana nasabah dapat membuka rekening tanpa perlu datang ke kantor dan tanpa menerima bilyet fisik.
Semua proses — dari pemilihan jangka waktu, nominal simpanan, hingga pencairan — dilakukan secara paperless dan cashless melalui sistem digital.
๐ Keunggulan E‑Deposito BPR
1. Suku Bunga Lebih Tinggi dari Bank Umum
Mayoritas e‑Deposito BPR menawarkan bunga lebih dari 6% per tahun, bahkan bisa mencapai 7–8%, jauh lebih tinggi dibanding bank umum yang rata-rata hanya 3–4%.
Ini membuatnya sangat menarik bagi nasabah yang ingin imbal hasil maksimal, khususnya investor ritel yang punya dana nganggur.
2. Dijamin LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)
Meski tanpa bilyet, simpanan tetap dijamin oleh LPS maksimal hingga Rp2 miliar per nasabah per bank, asalkan memenuhi tiga syarat LPS (tercatat, wajar, tidak melebihi bunga penjaminan).
Banyak orang belum tahu bahwa meski dibuka via platform digital, perlindungan LPS tetap berlaku penuh.
3. Praktis & Cepat
Nasabah bisa membuka deposito dari rumah, tanpa perlu ke kantor BPR. Bahkan pencairan bisa ditarik otomatis ke rekening asal.
⚠️ Tapi, Apa Tantangan dan Risikonya?
Meski tampak sempurna, e‑Deposito juga punya sisi risiko dan tantangan, baik untuk nasabah maupun BPR yang menyalurkannya.
1. Tidak Ada Bilyet Fisik → Rentan Jika Data Tidak Aman
Tanpa bilyet, bukti simpanan hanya ada dalam sistem. Jika platform fintech mengalami gangguan, breach, atau dispute dengan BPR, nasabah bisa kesulitan klaim.
Maka penting memilih platform yang kredibel dan punya kerja sama resmi dengan BPR yang terdaftar di OJK.
2. Belum Semua BPR Terkoneksi Digital
Banyak BPR di daerah belum siap menerima dan mengelola e‑Deposito. Artinya, ketika produk ini dibuka, dana hanya ditampung di BPR tertentu yang sudah digital-ready.
Hal ini bisa memunculkan konsentrasi risiko dan kesenjangan antar BPR.
3. Risiko Gagal Bayar Bila BPR Bermasalah
Meski dijamin LPS, jika terjadi likuidasi pada BPR tempat simpanan disalurkan, nasabah harus menunggu proses klaim, yang bisa memakan waktu dan administrasi.
Beberapa BPR sempat mengalami pencabutan izin dan menyebabkan dana nasabah tertunda klaimnya.
๐ Apa yang Harus Dilakukan Nasabah?
-
Pastikan platform digital legal & diawasi OJK
-
Cek nama BPR tujuan penempatan — pastikan sehat & aktif di laman OJK
-
Pastikan bunga yang ditawarkan tidak melebihi bunga penjaminan LPS
-
Catat bukti transaksi digital & periksa kembali info jatuh tempo
✅ Tips untuk BPR yang Ingin Menyediakan E‑Deposito
-
Bangun kerja sama dengan platform digital terpercaya (misalnya Komunal, DepositoBPR)
-
Pastikan sistem core banking bisa integrasi API
-
Edukasi nasabah tentang proses e‑Deposito dan syarat LPS
-
Lakukan audit berkala terhadap proses penyaluran dana digital
๐ Kesimpulan
E‑Deposito adalah bentuk nyata dari digitalisasi BPR yang membawa angin segar, terutama untuk memperluas pasar dan meningkatkan DPK (Dana Pihak Ketiga). Tapi seperti produk digital lainnya, dibutuhkan transparansi, kehati-hatian, dan edukasi menyeluruh agar manfaatnya bisa optimal dan risikonya bisa diminimalkan.
Inovasi tetap penting, tapi jangan tinggalkan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik.
Ditulis oleh:
Eka Andika Latif
Direktur Utama BPR Gunung Kinibalu
belajarperbankan77.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar